This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 20 Maret 2014

Pedesan Entog ala Indramayu

Warung Pedesan Entok Bang Combet Khas Indramayu - Jajanan Warisan Kuliner persembahan Kecap Bango
Dari namanya saja anda pasti sudah bisa membayangkan rasanya, makanan ini memang pedas! Asalnya dari daerah Indramayu dan walaupun beberapa kali saya berkunjung kesana saya belum mendapatkan kesempatan untuk mencicipinya secara langsung. Membaca literatur tentangnya sana dan sini membuat air liur saya pun menjadi menetes dan keputusan pun dibuat, pedesan entog harus bisa diwujudkan. Yenih, rekan kantor saya, yang ayahnya juragan bebek dan entog menjadi pemasok handal unggas ini. Sabtu pagi, minggu lalu, dua ekor entog/itik muda diantarkan langsung dalam kondisi telah bersih dan siap masak, satu ekor saya sulap menjadi nasu palekko yang mantap sedangkan entog lainnya menjadi pedesan a la Indramayu ini.  Bagi anda yang tertarik dengan nasu palekko dari daerah Sidrap, Sulawesi Selatan, silahkan klik di link disini. Kedua masakan berbahan dasar entog ini sedap, membuat nafsu makan  menggila dan perut anda mengamuk.Satu hal yang membuat saya suka dengan masakan ini adalah karena tanpa santan di dalam kuahnya, walau tanpa santan kuah pedesan sangat kental dan nendang karena bumbu yang banyak dan lengkap. Hampir semua bumbu dapur masuk ke dalamnya. Unggas yang digunakan bisa entog, bebek atau ayam, yang dimasak di dalam tumisan bumbu dan diungkep hingga dagingnya empuk. Daging entog yang terkenal cenderung amis dan lebih kenyal dibandingkan bebek atau ayam jika diolah dengan cara ini menjadi bebas amis dan terasa empuk dengan bumbu yang meresap masuk ke setiap serat dagingnya. 

Untuk menyantapnya anda tentu saja memerlukan nasi sebakul, karena rasanya yang sangat tasty, gurih dan pedas memerlukan karbohidrat sebagai pelengkap. 

Gombyang Manyung Indramayu

Pindang Gobyang Indramayu
Sejak dahulu daerah pantai utara Jawa Barat memiliki kekhasan dalam berbagai hal. Salah satu kabupaten yang berada di pantura Jabar adalah Indramayu. Jika dilihat dari letak geografisnya, Indramayu merupakan daerah yang memang tidak jauh dari Pantai. Tak mengherankan jika Indramayu menjadi salah satu daerah penghasil ikan laut terbesar di Jawa Barat.
Namun siapa sangka, dibalik udara yang panas dan unsur budaya khasnya terdapat satu makanan yang tak kalah dibandingkan dengan daerah lainnya. Adalah pindang gombyang, menu berbahan dasar ikan yang berkuah ini dapat menjadi ikon bagi kabupaten Indramayu.
Pindang gombyang merupakan menu yang memang masakan khas dari Indramayu dan sangat berbeda dengan menu lain yang sejenis. Masyarakat sekitar menyebut ikan yang digunakan dalam membuat pindang gombyang ini adalah ikan manyung. Ikan manyung adalah ikan yang memiliki moncong panjang dan bentuk moncongnya masih terlihat pada sajian.
Tulang kepala ikan manyung tersebutlah yang dijadikan pindang gombyang. Sekilas tampak hanya tumpukkan tulang kepala ikan saja diatas piring saji, namun ketika diamati terdapat daging yang terselip diantara tulang. Pencarian daging diantara lekuk tulanglah yang memberikan sensasi pindang gombyang. Terlebih saat kuah dicicipi terasa paduan bumbu dan aneka rempah yang cukup terasa kuat dilidah. Bumbunya membuat citarasa gombyang begitu segar, tidak terasa bau amis.
Pindang gombyang sangat mudah ditemukan dikawasan pantai Indramayu. Beberapa tempat makan dengan ciri khas daerah pantura biasanya hadir di sekitar muara karangsong dan jalan Tambak Raya, tempat kami menikmati sajian istimewa tersebut. (Hery)
RM.Panorama, Jalan Tambak Raya, Indramayu Phone: 0234 – 7006559

Burbacek di Indramayu


BERKUNJUNG ke Indramayu tanpa mampir ke Warung Burbacek (bubur rumba cecek) milik Ny. Nani di belakang Kantor Kepala Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Indramayu, rasanya belumlah lengkap.
Soalnya, di warung yang melayani pembeli setiap hari mulai pukul 09:00 hingga sore itu, menyediakan aneka jenis masakan. Khususnya masakan yang berhubungan dengan hasil tangkapan laut. Baik berupa ikan, udang, cumi-cumi dan lainnya. Maklum, Indramayu secara geografis terletak di Pantai Utara Jawa, dari dahulu dikenal sebagai daerah penghasil ikan.
Di warung Ny. Nani, selain menyediakan Burbacek, yaitu bubur beras putih dicampur udang, rumba atau pecel sambal asam, cecek atau masakan dari kulit sapi yang dicampur parutan kelapa dan sedikit cabe merah itu, rasanya cukup menggoda.
Rasa Burbacek di kedai Ny. Nani sangat khas. “Bubur beras putih itu tidak diberi kecap. Namun diberi kuah yang dibuat dari petis atau sari ikan dicampur cabe rawit,” ujar Ny. Nani,52, saat dijumpai di kedainya, baru-baru ini.
“Burbacek rasanya sangat seger. Enaknya kalau makan Burbacek itu diaduk sampai rata. Sehingga isi dalam mangkuk berupa bubur beras, rumba dan sambal asamnya serta cecek itu menyatu. Setelah diaduk, bubur disantap dengan sendok pelan-pelan,” ujar Ny. Rohaeni,48, seorang pelanggan.
Ny. Rohaeni menyarankan, ketika menyantap Burbacek itu mata jangan sampai meleng. “Kalau meleng, kita tidak tahu tiba-tiba cabe rawit dalam keadaan utuh itu nyangkut di sendok dan terkunyah. Waduh rasanya lumayan pedes,” ujarnya.
HARGA TERJANGKAU

Harga seporsi Burbacek relatif terjangkau, yakni Rp6 ribu. Hal itu membuat pelanggan Burbacek cukup banyak yang umumnya kaum wanita, dari ibu rumahtangga sampai istri pejabat. Bahkan istri anggota DPRD dan istri Bupati Ny . Hj. Anna Sophana jadi pelanggan Burbacek.
Kedai Ny. Nani tak hanya menyediakan burbacek. Aneka jenis masakan serba ikan seperti goreng ikan segar, pepes ikan, pepes udang dan gerejeg udang, bothok ikan kakap. Bahkan pindang kepala ikan jambal yang harganya per porsi Rp9 ribu.

Rumbah Darinih


(Ibu Darinih sedang melayani pelanggannya)

Rumbah adalah makanan khas daerah Indramayu yang terdiri dari sayuran yang sudah dimasak seperti kangkung, kacang panjang dan tauge, lalu disiram dengan sambal khusus. Rumbah mirip dengan gado-gado kalau di Jakarta atau pecel kalau di Jawa. Tapi rumbah yang berasal dari daerah Eretan Kulon Indramayu ini berbeda dengan rumbah dari daerah lainnya, karena rumbah ini dicampur dengan air petis atau air sisa masak ikan laut yang menggunakan gula merah. 



(Rumbah Darinih satu porsi harga Rp.2.000,-) 

Nama makanan ini adalah Rumbah Darinih. Rumbah Darinih diambil karena sesuai dengan nama pemiliknya yang bernama Darinih. Rumbah Darinih ini sudah terkenal ke seluruh penjuru Indramayu, bahkan tidak hanya Indramayu, tetapi penikmat kuliner dari daerah lain juga biasanya sering singgah ke warung milik Ibu Darinih ini. Saat saya berada dan menikmati makanan disitu ternyata ada pengunjung dari Bandung dan Bogor yang sering singgah kalau melewati jalur pantura. 

(peta lokasi warung rumbah Darinih kiri arah Jakarta kanan arah Cirebon) 

Lokasi Warung Ibu Darinih ini agak masuk ke dalam gang tetapi cukup mudah dikenali. Anda tinggal menanyakan Balai Desa Eretan Kulon, lalu ada Sekolah Dasar Eretan Kulon II, lokasinya tepat bersebelah dengan SD tersebut. Jika anda bertanya kepada penduduk sekitar pasti sudah mengetahui dan akan menunjukkan dimana lokasi Warung Ibu Darinih. 
Harga Rumbah ini cukup murah, satu porsi hanya Rp.2.000,-. Rumbah ini sangat nikmat jika kita tambah dengan tahu goreng dan krupuk Yeye. Harga tahu perbijinya cukup murah hanya Rp. 500,- sedangkan krupuk juga sama Rp.500,- Jadi kalau dihitung cuma Rp. 3.000,- saja. Cukup murah bukan?. 

(suasana warung rumbah Darinih)

Selain dinikmati ditempat, sambal rumbah Ibu Darinih ini bisa dijadikan oleh-oleh untuk saudara, teman atau keluarga diluar kota, diluar propinsi bahkan ke mancanegara seperti Arab Saudi, Jepang, Hongkong dan Malaysia melalui TKW yang pulang ke daerahnya. Warung ibu Darinih ini selalu ramai dikunjungi. Warung ini buka dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam. Menurut Ibu Darinih dalam sehari rumbahnya memerlukan bahan baku kangkung sebanyak 140 – 200 ikat, 10 – 15 kg tauge, 7 – 10 kg cabe rawit dan bahan-bahan lainnya. Omset pendapatan warung ibu Darini bisa mencapai 1 – 2 juta perharinya.

(penulis sedang menikmati rumbah Darinih)

Maaf tulisan ini keluar dari kebiasaan saya, tidak lain dan tidak bukan karena tulisan ini saya ikutsertakan dalam Lomba Liga BloggerIndonesia yang diadakan oleh DotSemarang. Kali ini tantangannya adalah Kuliner 10 ribu. Selain itu untuk memperkenalkan kuliner asli dari Indramayu yang menjadi aset Kabupaten Indramayu untuk lebih dikenal ke seluruh Indonesia dan dunia.

"Rumbah Casimah", Diburu Rakyat hingga Pejabat

Rezeki bisa datang dari pintu yang tidak terduga. Dibarengi ketekunan, hal sederhana pun bisa jadi pintu mengalirnya rezeki. Setidaknya, pelajaran itu yang dipetik Casimah (55) atas usaha "rumbah", sejenis pecel, yang ditekuninya sekitar 30 tahun terakhir. Puluhan juta bisa diraupnya dalam satu bulan. Kelas konsumennya tak hanya rakyat, tapi juga kalangan pejabat.

Ditemui beberapa waktu lalu, Casimah menuturkan, usaha rumbah yang dirintis sebenarnya diawali dari keterpurukan ekonomi. Ketika itu, sang suami bekerja serabutan di Jakarta dengan penghasilan seadanya. Sementara tanggungan dapur terbilang besar, harus mencukupi kebutuhan hidup empat anak. Belum lagi jika dihitung dengan biaya pendidikan.

Maka dia mulai mencari celah usaha, dengan berdagang sayuran di sekitar tempat tinggalnya, Desa Tegalurung Kec. Balongan Kab. Indramayu. Dalam perkembangannya, dia melihat ada potensi yang lebih besar dari sayuran. Sejumlah sayuran kemudian diolah dengan cara direbus, kemudian dilengkapi dengan racikan bumbu pedas. Bagi masyarakat setempat, makanan ini disebut rumbah.

Namun, langkah itu tidak sepenuhnya mudah. Pasalnya, penjual produk serupa tak hanya Casimah. Tak kehabisan akal, dia pun memperpanjang waktu jualan dengan "daerah operasi" yang lebih luas. Pagi hari dia menjual rumbah di sekolah, sedangkan siang hingga malam dia berkeliling menjajakan rumbahnya. "Kalau pas bulan puasa, biasanya saya jualan di masjid, sambil nunggu orang pulang tarawih," ujarnya.

Seiring waktu, konsumen rumbah Casimah terus bertambah. Dia pun mulai memberanikan diri untuk membuka lapak di rumahnya, tak lagi berkeliling. Ternyata peminatnya tak berkurang. Pundi-pundi uang pun terus diraupnya setiap hari.
Puluhan tahun berlalu, lapak rumbah masih tetap ditekuni. Saat ini, usaha tersebut masih terus berkembang. Rumbah dijual di halaman rumah, dengan gerobak kayu alakadarnya. Usaha dikelola Casimah bersama tujuh orang anggota keluarga, termasuk suami, anak, dan menantu.

Casimah menuturkan, satu porsi rumbah di warungnya terdiri dari 16 jenis sayuran. Dalam satu hari, dia harus menyiapkan sedikitnya 50 ikat kangkung dan 10 kilogram cabai rawit. Dalam satu kali belanja sayur dan bumbu, kocek yang harus dia keluarkan mencapai jutaan rupiah. Namun tentu saja pengeluaran itu tidak sebesar pendapatan yang terbilang menjanjikan.

"Kalau lagi biasa, satu hari dapat Rp 1,3 juta. Kalau lagi agak ramai, sekitar Rp 2 juta, kadang bisa sampai Rp 3 juta," ujar Casimah.

Konsumen makin beragam. Selain penduduk setempat, banyak konsumen yang datang dari luar kota. Bahkan tak jarang pula terdapat mobil mewah yang parkir tak jauh dari lapak rumbah Casimah.

Dikatakannya, sejumlah pejabat pemerintah daerah serta kepolisian di Indramayu kerap datang untuk menyantap rumbah buatannya. Bahkan disebut-sebut, Iis Dahlia menjadi salah satu pelanggan tetap rumbah Casimah. Tak mengherankan jika foto Casimah bersama pedangdut kenamaan tersebut. "Ada Iis Dahlia, Azis Gagap. Banyak lah, tapi saya enggak hapal satu-satu," tutur Casimah seraya tertawa..
*warung rumbah milik Casimah ini dikenal juga dengan nama "Rumbah Kopek"..penamaan tersebut berkaitan dengan kelatahan Casimah yang kerap menyebut kata "kopek".

Minggu, 16 Maret 2014

Makanan Tradisional Serabi, Masih Bertahan di Kota Mangga

Cuplik.Com - Jenis panganan merakyat yang satu ini pasti sudah akrab di telinga. Masyarakat Pantura Jawa barat menyebutnya dengan nama Serabi, di tanah Parahyangan disebut dengan Surabi dan mungkin mempunyai nama-nama yang berbeda pula di daerah lainnya.
Panganan tradisional yang berbahan dasar tepung beras dan santan ini umumnya di daerah pantura Jawa Jarat mempunyai dua rasa yang masih original, yang biasa disebut Serabi Putih dan Serabi Merah.
Serabi putih komposisinya hanya Tepung Beras dan Santan, sehingga rasanya gurih dengan aroma yang khas, sedangkan Serabi Merah dicampur dengan gula merah yang sudah di cairkan, sehingga mempunyai rasa gurih yang bercampur manis alami.
Cita rasa keduanya masih sangat original, kerena tidak ditambah dengan bahan tambahan apa pun, apalagi serabi ini masih dimasak dengan cara tradisional, menggunakan kayu bakar dan cetakan serabi yang terbuat dari tanah.
Meski, saat ini sudah banyak bermunculan jenis makanan baru dan makanan impor yang lebih menarik dari segi tampilan dan rasa, namun makanan tradisioal ini tetap bertahan dan masih diminati masyarakat, selain karena harganya yang masih terjangkau, makanan ini mempunyai pemikat tersendiri.
Warsiti (68), salah satu penjual serabi tradisional asal "Kota Mangga" Indramayu, di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang sudah berjualan Serabi sejak 1965.
"Harga satu serabi 1000 rupiah, dalam sekali berjualan bisa 100.000 rupiah perhari, itu pun kalau habis, tapi kalau enggak, paling hanya 40.000 rupiah," tutur nenek tua yang biasa dipanggil bi warsiti itu saat berjualan di pasar malam Saptonan, Jumat sore (8/2/13).
Ia memaparkan, pendapatan tersebut belum termasuk biaya produksi untuk pembelian bahan baku, seperti tepung, Gula Merah, santan, Daun Pandan, kayu bakar, dan lain-lain.
Meski bahan-bahan terus mengalami kenaikan, tapi bagi nenek yang mempunyai tiga orang anak ini, tetap bertahan di hiruk pikuknya persaingan yang ketat.
Saat ditanya apakah tidak mencoba dengan bentuk makanan baru, seperti yang dikonsumsi oleh "orang-orang kota", nenek ini menjawab singkat tapi penuh makna.
"Saya menjual ini (Serabi) hanya amanat dari ibu saya, jadi saya terus pertahankan, nanti enggak ada yang jualan Serabi gimana," katanya sambil menaruh bahan serabi ke cetakan yang terbuat dari tanah itu.
Diketahui, di wilayah Indramayu, hampir seluruh penjual Serabi sudah berumur lanjut, rata-rata ibu-ibu yang sudah berumur 40 tahun ke atas, dan itu pun sangat jarang ditemui.
Serabi, di daerah lain, seperti di Bandung, Jogjakarta, Jakarta, dan kota-kota lain, Serabi sudah bertransformasi menjadi makanan yang tak lagi mencirikhas tradisional, karena berhasil mengembangkan serabi dengan rasa yang beraneka ragam, misalnya serabi resa keju, coklat, susu, mayones dan masih banyak lagi jenis yang lainnya, cara memasaknya pun sudah tak lagi menggunakan alat-alat tradisional.


widgeo.net