Cuplik.Com - Jenis panganan merakyat yang satu ini pasti sudah akrab di telinga. Masyarakat Pantura Jawa barat menyebutnya dengan nama Serabi, di tanah Parahyangan disebut dengan Surabi dan mungkin mempunyai nama-nama yang berbeda pula di daerah lainnya.
Panganan tradisional yang berbahan dasar tepung beras dan santan ini umumnya di daerah pantura Jawa Jarat mempunyai dua rasa yang masih original, yang biasa disebut Serabi Putih dan Serabi Merah.
Serabi putih komposisinya hanya Tepung Beras dan Santan, sehingga rasanya gurih dengan aroma yang khas, sedangkan Serabi Merah dicampur dengan gula merah yang sudah di cairkan, sehingga mempunyai rasa gurih yang bercampur manis alami.
Cita rasa keduanya masih sangat original, kerena tidak ditambah dengan bahan tambahan apa pun, apalagi serabi ini masih dimasak dengan cara tradisional, menggunakan kayu bakar dan cetakan serabi yang terbuat dari tanah.
Meski, saat ini sudah banyak bermunculan jenis makanan baru dan makanan impor yang lebih menarik dari segi tampilan dan rasa, namun makanan tradisioal ini tetap bertahan dan masih diminati masyarakat, selain karena harganya yang masih terjangkau, makanan ini mempunyai pemikat tersendiri.
Warsiti (68), salah satu penjual serabi tradisional asal "Kota Mangga" Indramayu, di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang sudah berjualan Serabi sejak 1965.
"Harga satu serabi 1000 rupiah, dalam sekali berjualan bisa 100.000 rupiah perhari, itu pun kalau habis, tapi kalau enggak, paling hanya 40.000 rupiah," tutur nenek tua yang biasa dipanggil bi warsiti itu saat berjualan di pasar malam Saptonan, Jumat sore (8/2/13).
Ia memaparkan, pendapatan tersebut belum termasuk biaya produksi untuk pembelian bahan baku, seperti tepung, Gula Merah, santan, Daun Pandan, kayu bakar, dan lain-lain.
Meski bahan-bahan terus mengalami kenaikan, tapi bagi nenek yang mempunyai tiga orang anak ini, tetap bertahan di hiruk pikuknya persaingan yang ketat.
Saat ditanya apakah tidak mencoba dengan bentuk makanan baru, seperti yang dikonsumsi oleh "orang-orang kota", nenek ini menjawab singkat tapi penuh makna.
"Saya menjual ini (Serabi) hanya amanat dari ibu saya, jadi saya terus pertahankan, nanti enggak ada yang jualan Serabi gimana," katanya sambil menaruh bahan serabi ke cetakan yang terbuat dari tanah itu.
Diketahui, di wilayah Indramayu, hampir seluruh penjual Serabi sudah berumur lanjut, rata-rata ibu-ibu yang sudah berumur 40 tahun ke atas, dan itu pun sangat jarang ditemui.
Serabi, di daerah lain, seperti di Bandung, Jogjakarta, Jakarta, dan kota-kota lain, Serabi sudah bertransformasi menjadi makanan yang tak lagi mencirikhas tradisional, karena berhasil mengembangkan serabi dengan rasa yang beraneka ragam, misalnya serabi resa keju, coklat, susu, mayones dan masih banyak lagi jenis yang lainnya, cara memasaknya pun sudah tak lagi menggunakan alat-alat tradisional.
0 komentar:
Posting Komentar